Kamis, 25 Juni 2015

Problem Pendidikan Alternatif

Oleh: Baktiar Nurdin

Dunia pendidikan di tanah air selama ini, terasa tidak lebih dari apa yang disebut dengan pabrik intelektual. Sedangkan hakikat pendidikan seutuhnya seakan terabaikan begitu saja. Mengidentifikasikan bahwa dunia pendidikan kita telah mengalami pergeseran dari nilai-nilai sejatinya. Digantikan dengan produk-produk egoisme diri dan kebinatangan yang semakin serakah, tidak adil dan hampa akan nilai-nilai filosofis. Aksentuasinya terletak pada pembentukan watak dan wawasan para intelektual kita yang hanya terjebak pada nilai-nilai kehidupan yang kering akan moralitas dan etika dalam kehidupan bermasyarakat.
Asumsi itu tidak lain didasarkan adanya beragam fakta yang menunjukkan bahwa di segala jenjang dan bidang kehidupan di negeri ini mengalami krisis filosofi hidup. Mereka yang terdidik justru menjadi koruptor sedangkan mereka yang tidak terdidik malah menjadi maling. Ada pula golongan yang kebingungan, lalu menjadi tukang pengisap sabu-sabu dan terjerumus pada narkoba. Padahal tujuan pendidikan sebenarnya adalah melahirkan individu-individu yang merdeka, matang, bertanggungjawab dan peka terhadap permasalah sosial di lingkungan sekitarnya.
Dalam pusaran arus globalisasi misalnya, kenyataan di lapangan memperlihatkan pendidikan kita juga belum mampu menciptakan peserta didik yang kritis dan memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan global yang kian menindas dan mencengkram. Dalam keadaan inilah pendidikan mestinya tidak bebas nilai, sebaliknya pendidikan haruslah berkepentingan. Kepentingan-kepentingan untuk melahirkan calon-calon penerus bangsa ini yang mampu menghadapi segala tantangan yang akan dihadapi bangsa ini di masa mendatang.
Kondisi dunia pendidikan yang semakin digerogoti oleh semangat kapitalisme. Sebuah studi kritik atau problematisasi terhadap modernisme pendidikan. Mengupas tuntas beberapa dampak nalar filsafat modern terhadap penyelenggaran pendidikan termasuk didalamnya semangat pengetahuan yang dikembangkan. Kita dibuat bukan lagi menjadi diri kita sendiri, melainkan kita hanya menjadi representasi dari ambisi dan keserakahan sistem kapitalisme.
Membahas secara tuntas berbagai kebobrokan sistem dan kebijakan pendidikan serta berbagai akibat yang ditimbulkan. Permasalah-permasalah pendidikan di tanah air yang juga tidak pernah terlepas dari politik penguasa terhadap dunia pendidikan itu sendiri.
Rasionalisme, Empirisme, Positivisme dan Saintisme telah menjadi tren pengetahuan yang tidak dapat dihindari bahkan disakralkan. Singkatnya, di era kapitalisme yang sedang berkuasa ini, pendidikan berarti membangun komformitas kesadaran peserta didik dengan struktur pengetahuan dan sistem sosial yang sedang berlaku. Manusia sudah tidak lagi menjadi subjek, tetapi menjadi objek dari regulasi sistem pengetahuan dan sistem sosial yang telah tercipta sebelumnya.
Seorang futurology yang cukup terkenal, Alfin Tofler, menggunakan istilah “kejutan masa depan” untuk menggambarkan situasi sekarang yang membuat kita terlempar pada suatu kondisi dimana kita mengalami tekanan yang mengguncang dan menghilangkan orientasi individu disebabkan kita dihadapkan dengan terlalu banyak perubahan dalam waktu yang terlalu singkat.[1]
Konsep pendidikan alternatif yang harus diimplementasikan dewasa ini adalah konsep pendidikan yang bervisi transformatif sekaligus berwawasan global. Model pendidikan yang bersifat kooperatif terhadap segala kemampuan peserta didik menuju proses berfikir yang bebas dan inovatif. Menghargai sekaligus mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu dengan membiarkan potensi-potensi itu tumbuh dan berkembang secara wajar dan manusiawi bukan malah dimatikan dengan berbagai bentuk penyeragaman dan sanksi.
Pendidikan kritis transformatif pada dasarnya adalah model pendidikan yang bersifat kooperatif. Memberikan ruang pada segenap kemampuan peserta didik menuju proses berpikir yang lebih bebas dan kreatif. Sebuah model pendidikan yang menghargai potensi yang ada pada setiap individu-indvidu anak didik. Bentuk pendidikan yang memiliki arah dan tujuan keluar dari kemelut dan problematikan internal maupun eksternal yang dihadapi oleh dunia pendidikan nasional.
Dalam pendidikan kritis transformatif, ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dikomunikasikan oleh makna narasi atau yang disebut dengan grand narasi. Grand narasi adalah sesuatu yang diklaim sebagai suatu teori yang dapat menjelaskan segala sesuatunya. Konsep pendidikan seperti ini akan membentuk peserta didik sebagai subjek yang akan menentang adanya struktur hierarki ilmu pengetahuan.
Secara umum dalam makalah ini mengulas gagasan-gagasan konstruktif dan mendetail atas konsep pendidikan altenatif dalam mengkritisi dunia pendidikan dewasa ini. Bentuk pendidikan yang berorientasikan pada pendidikan kritis transformatif. Sebuah konsep pendidikan alternatif yang diharapkan mampu menyiapkan bekal bagi setiap peserta didik dalam menghadapi dan memecahkan problem hidup dan kehidupan. Konsep pendidikan yang selalu mengedepankan nilai-nilai humanis dalam kehidupan namun juga mampu membaca kondisi riil masyarakat di dunia global saat ini serta berwawasan masa depan. Menjadikan buku ini teramat penting untuk kiranya dapat kita jadikan referensi bersama.
Jika di negara-negara maju, penyelenggaraan pendidikan telah membuktikan hasil nyata. Dalam beberapa abad terakhir ini perkembangan pendidikan mengalami kemajuan pesat dan spektakuler terutama dalam hal rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendorong kehidupan masyarakat menjadi tangguh dan berkecukupan. Segala kebutuhan hidup bermasyarakat dapat terpenuhi secara lebih mudah dalam waktu yang cepat dan praktis. Era teknologi dan perindustrian, sebagai salah satu cermin kemajuan pendidikan kontemporer.[2]
A.    Pengertian
Istilah pendidikan alternatif merupakan istilah khusus dari berbagai program pendidikan alternatif memiliki karakteristik sebagai berikut: pendekatannya bersifat individual, memberi perhatian besar (kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik) serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman.
Kelas terbuka yang secara sederhana berarti bahwa masing-masing subjek diajar dengan memperkenalkan berbagai aktifitas dan pengalaman yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya masing-masing. Masing-masing siswa dinilai menurut usaha dan kemajuan yang mereka capai dan mereka hanya bersaing dengan dirinya sendiri. Setiap pekerjaan atau tugas yang telah mereka selesaikan dibuat catatan yang terperinci, dan dibahas dalam konferensi antar siswa dan para guru guna membantu mereka memahami keterampilan apa yang mereka butuhkan untuk berkembang dan tujuan belajar individual mereka. Orang tua diberi laporan kemajuan belajar anak secara utuh dan terperinci, dan secara berkala diundang untuk mengikuti konferensi antara siswa dan guru.
B.     Macam-Macam Pendidikan Alternatif
Menurut Jery Mintz (1994) pendidikan alternatif dapat dikategorikan dalam empat bentuk pengorganisasian, yaitu:
1.      Sekolah Umum Pilihan (Public Choice)
Sekolah umum pilihan adalah lembaga pendidikan dengan biaya negara (dalam pengertian sehari-hari disebut sekolah negeri) yang menyelenggarakan program belajar dan pembelajaran yang berbeda dengan program regular (konvensional), namun mengikuti sejumlah aturan baku yang telah ditentukan. Contoh : SMP Terbuka, SMA Terbuka, Sekolah Bibit (Taruna Nusantara, Sekolah Analisis Kimia, dan SMA Angkasa ), dan Kejar Paket (A, B, dan C).
Pendidikan kesetaraan meliputi program Kejar Paket A setara SD (6 tahun) ,Paket B setara SMP (3 tahun), dan Paket C setara SMA (3 tahun). Program ini semula ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup. Tidak ada batasan usia dalam program kesetaraan ini. Pegawai negeri, ABRI, anggota DPR, karyawan pabrik banyak yang memanfaatkan program kesetaraan ini untuk meningkatkan kualifikasi ijazah mereka.
Definisi mengenai setara adalah sepadan dalam civil effect, ukuran, pengaruh, fungsi dan kedudukan. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 Ayat (6) bahwa " Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan."
Oleh karena itu, pengertian pendidikan kesetaraan adalah jalur pendidikan nonformal dengan standar kompetensi lulusan yang sama dengan sekolah formal, tetapi kontens, konteks, metodologi, dan pendekatan untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut lebih memberikan konsep terapan, tematik, induktif, yang terkait dengan permasalahan lingkungan dan melatihkan kecakapan hidup berorientasi kerja atau berusaha sendiri. Dengan demikian pada standar kompetensi lulusan diberi catatan khusus. Catatan khusus ini meliputi: pemilikan keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Paket A), pemilikan keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, dan pemilikan keterampilan berwirausaha (Paket C).
2.      Sekolah / Lembaga Pendidikan Umum untuk Siswa Bermasalah (student at risk)
Sekolah/lembaga pendidikan umum untuk siswa bermasalah adalah lembaga pendidikan yang diselenggarakan untuk anak-anak bermasalah. Pengertian “siswa bermasalah” di sini meliputi mereka yang:
• tinggal kelas karena lambat belajar,
• nakal atau mengganggu lingkungan (termasuk lembaga permasyarakatan anak),
• korban penyalahgunaan narkoba,
• korban trauma dalam keluarga karena perceraian orang tua, ekonomi, etnis/budaya (termasuk bagi anak suku terasing dan anak jalanan dan gelandangan),
  putus sekolah karena berbagai sebab,
• belum pernah mengikuti program sebelumnya. Namun tidak termasuk di dalamnya sekolah luar biasa yang dibangun untuk penyandang kelainan fisik dan/atau kelainan mental seperti tunarungu, tunanetra, tunadaksa, dsb. Contoh : SLB E (tunalaras)
Bentuk Layanan Pendidikan bagi Anak Tunalaras
1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhkan di sekolah regular kelas khusus bila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman sekelas.
2. SLB-E (bagian tunalaras) tanpa asrama
3. SLB-E dengan asrama, bagi anak yang tingkat kenakalan berat
4. Terapi perilaku sosial
5. Terapi kelompok (peer teaching).
Bentuk satuan dan lama pendidikan bagi anak Tunalaras
1. SDLB lama pendidikan sekurang-kurangnya 6 tahun
2. SLTPLB lama pendidikan sekurang-kurangnya 3 tahun.
3. SMALB lama pendidikan sekurang-kurangnya 3 tahun
Tenaga Kependidikan bagi anak Tunalaras adalah:
1. Kepala Sekolah
2. Wakil Kepala Sekolah
3. Guru berlatar belakang PLB
4. Anggota masyarakat yg mempunyai keahlian atau kemampuan yg di butuhkan oleh anak tunalaras.
Program pembinaan sekolah anak Tunalaras
1.  Sistem pengajaran
a. Sistem pengajaran yang bersifat penyuluhan (remedial teaching). Tujuan pengajaran ini adalah membantu murid dalam kesulitan belajar.
b. Sistem pengajaran klasikal
2. Program Bimbingan penyuluhan
a. program bimbingan penyuluhan suasana hidup beragama di asrama
b. program keterampilan
c. program belajar di sekolah regular
d. program bimbingan kesenian
e. program kembali ke orang tua
f. program kembalu ke masyarakat
g. program bimbingan kepramukaan
Kurikulum dan program pengajaran bagi anak Tunalaras:
1. Kurikulum SDLB terdiri dari :
a. program Umum
b. program Khusus (disesuaikan dengan jenis kelainan siswa)
c. program Muatan Lokal (disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan)
2. Kurikulum SLTPLB terdiri dari :
a. program Umum
b. program Khusus
c. program Muatan Lokal
d. program pilihan (program yang berisi paket keterampilan dgn tujuan untuk membekali siswa hidup mandiri dalam masyarakat).
3. Kurikulum SMALB
a. program Umum
b. program Pilihan
3.   Sekolah / Lembaga Pendidikan Swasta (Independent)
Sekolah/Lembaga Pendidikan Swasta mempunyai jenis, bentuk dan program yang sangat beragam, termasuk di dalamnya program pendidikan bercirikan agama seperti pesantren & sekolah Minggu: lembaga pendidikan bercirikan keterampilan fungsional seperti kursus atau magang: lembaga pendidikan dengan program perawatan atau pendidikan usia dini seperti penitipan anak, kelompok bermain dan taman kanak-kanak.
Sekolah Alam
Dalam konsep pendidikan Sekolah Alam, fungsi alam antara lain :
1. Alam sebagai ruang belajar
2. Alam sebagai media dan bahan ajar
3. Alam sebagai objek pembelajaran
Proses pembelajaran Sekolah Alam menyandarkan pada 4 (tiga) pilar :
1. Pengembangan akhlak melalui teladan (Learning by Qudwah) melalui konsep tauladan pengembangan EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient) yang diimplementasikan secara praktis.
2. Pengembangan logika dan daya cipta melalui Expreriental Learning disusun secara holistik menggunakan spider web agar logika ilmiah siswa berkembang secara integral. Sehingga mampu atau terbiasa mengamati fenomena alam, mencatat data, melakukan eksperimen, dan membentuk sebuah teori.
3. Pengembangan kepemimpinan dengan metode Outbond Training kegiatan utama berupa Outbond mental education untuk membentuk karakter anak yang memuncak pada kepemimpinan dengan mengembangkan nilai-nilai adil, amanah, musyawarah, kerjasama, melindungi, mengayomi, membela kaum tertindas dan menjaga keseimbangan alam semesta.gai penunjang KBM, dengan penekanan pada pengelolaan fasilitas yang terdapat di Sekolah Alam Cikeas agar berfungsi optimal.
4. Pengembangan kemampuan berwirausaha
4.    Pendidikan di rumah (home-based schooling)
Pendidikan di rumah termasuk dalam kategori ini adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh orang tua atau keluarga dengan berbagai pertimbangan, seperti: menjaga anak-anak dari kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga (misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut fundalisme agama atau kepercayaan tertentu); menjaga anak-anak agar selamat dan aman dari pengaruh negatif lingkungan; menyelamatkan anak-anak secara fisik maupun mental dari kelompok sebayanya; menghemat biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya.
Homeschooling (Sekolah rumah), menurut Direktur Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati, adalah proses layanan Pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajar pun berlangsung dalam suasana yang kondusif.
Tujuannya, agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan yang sama juga dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai menggiatkan sarana penyediaan program Homeschooling.
Ada beberapa klasifikasi format Homeschooling, yaitu:
1.  Homeschooling tunggal
    Dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.
2.  Homeschooling majemuk
Dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tenis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama
3. Komunitas Homeschooling
Gabungan beberapa Homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50-5
C.    Perlunya Alternatif Pendidikan
Perlu diingat bahwa implementasi program alternative tidak semata-mata karena tersedianya alternative yang berbeda-beda, tapi lebih ditekankan pada pemahaman yang lebih baik terhadap kebutuhan anak-anak yang mengalami gangguan emosi. Ada beberapa faktor mengapa program alternative dibutuhkan, antara lain:
1.      Pendidikan tidak hanya dapat memodifikasi prilaku yang ada, tapi juga dapat menciptakan cara-cara baru untuk bertindak.
2.      Beberapa prilaku anak-anak yang mengalami gangguan saling berkaitan dengan sikap negatif mereka di sekolah dan masyarakat.
3.     Anak-anak yang dianggap mengalami gangguan emosi, trouble atau nakal nampak menarik diri secara psikologis dari sekolah.
Berikut ini adalah beberapa pertimbangan-pertimbangan yang spesifik mengapa program alternatif sangat diperlukan (Knoblok, 1983):
1.    Diskriminasi Rasial
Di Amerika pengungkapan yang berlebihan tentang anak-anak yang minoritas di dalam kelas khusus untuk anak yang mengalami gangguan emosi tidak mendominasi kota-kota besar. Di Boston kurang dari 20 % anak dengan gangguan emosi adalah berkulit hitam. Mereka memperoleh penanganan yang signifikan dengan menggunakan evaluasi dan criteria penempatan yang subyektif dan bukan secara obyektif.
2.     Putus Sekolah
Pada sebagian besar sistem persekolahan, angka putus sekolah khususnya anak yang mengalami gangguan emosi dan melakukan kejahatan sangat tinggi. Karena belum adanya kriteria yang dapat diterima umum tentang siapa anak yang dianggap putus sekolah, sekolah-sekolah menggunakan berbagai kriteria untuk menentukan siapa anak yang dianggap putus sekolah.
Angka putus sekolah untuk program pendidikan khusus seringkali lebih sulit diperoleh sebab pada program itu hampir tidak ada perjenjangan. Oleh sebab itu, statistik siswa berdasarkan jenjang pendidikan pada progam pendidikan khusus pada umumnya tidak tersedia.
Dengan memahami alasan-alasan atau pertimbangan mengapa anak-anak atau remaja itu meninggalkan sekolah, dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan rasional untuk mengembangkan program alternatif.



KESIMPULAN
Istilah pendidikan alternatif merupakan istilah khusus dari berbagai program pendidikan alternatif memiliki karakteristik sebagai berikut: pendekatannya bersifat individual, memberi perhatian besar (kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik) serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman.
Macam-Macam Pendidikan Alternatif
1.   Sekolah Umum Pilihan (Public Choice)
2.   Sekolah / Lembaga Pendidikan Umum untuk Siswa Bermasalah (student at risk)
3.   Sekolah / Lembaga Pendidikan Swasta (Independent)
4.    Pendidikan di rumah (home-based schooling)
1.  Homeschooling tunggal                     
2.  Homeschooling majemuk
3. Komunitas Homeschooling





[1]  Nurani Soyomukti, Pendidikan Berprespektif Globalisasi, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2010, hal. 41.
[2]  Ahmad Makki Hasan, dalam http://ahmadmakki.wordpress.com/2009/06/10/konsep-pendidikan-alternatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar